Perusahaan rokok gunakan YouTube
Saturday, September 11, 2010
Freestyle Blogger
, Posted in
News
,
0 Comments
Industri tembakau mungkin menggunakan situs-situs seperti YouTube untuk menghindari larangan menayangkan iklan rokok, demikian hasil sebuah studi.
Para peneliti di Selandia Baru mempelajari situs berbagi video YouTube dan menemukan sejumlah video pro-rokok "yang konsisten dengan kegiatan pemasaran tidak langsung oleh perusahaan-perusahaan rokok atau wakil-wakil mereka".
Mereka mengatakan berbagai pemerintah seharusnya mempertimbangkan untuk mengatur isi seperti itu di situs internet.
Perusahaan-perusahaan rokok selalu membantah bahwa mereka menggunakan internet untuk mempromosikan rokok.
"Perusahaan-perusahaan tembakau sangat diuntungkan oleh potensi pemasaran dari Web 2.0, tanpa dianggap melanggar hukum ataupun aturan-aturan periklanan," tulis para peneliti itu.
Amanda Sandford, manajer riset dalam grup anti-merokok Action on Smoking and Health (Ash) mengatakan bahwa temuan studi ini "sangat disayangkan tetapi memang biasa dilakukan oleh industri rokok".
"Begitu satu jalur promosi ditutup, berbagai perusahaan rokok mencari cara-cara alternatif untuk memasarkan produk-produk mereka dan akan melakukan apa saja untuk mengakali pembatasan-pembatasan beriklan yang berlaku," jelas Amanda kepada BBC News.
"Itu mengisyaratkan bahwa pasar mereka adalah kaum muda. Diperlukan pengawasan yang lebih ketat atas apa yang muncul di internet."
Tetapi Catherine Armstrong, jurubicara British American Tobacco, salah satu perusahaan yang diteliti dalam laporan ini, mengatakan "bukan kebijakan kami untuk menggunakan situs jejaring sosial seperti Facebook atau YouTube untuk mempromosikan merek-merek rokok".
"Bahkan peneliti laporan ini tidak mengklaim bahwa kami melakukan itu," tambah dia. "Menggunakan media sosial bisa melanggar aturan periklanan dan Standar Pemasaran Internasional kami sendiri, yang berlaku bagi perusahaan kami di seluruh dunia."
"Para pegawai kami, badan-badan dan penyedia layanan kami tidak pernah boleh menggunakan media sosial untuk mempromosikan merek-merek tembakau."
Beberapa perusahaan rokok menandatangani kesepakatan sukarela untuk membatasi iklan secara langsung di situs-situs internet pada tahun 2002.
YouTube mengatakan pihaknya tidak pernah "menerima iklan-iklan rokok yang dibayar dimanapun di dunia".
Para peneliti di Selandia Baru mempelajari situs berbagi video YouTube dan menemukan sejumlah video pro-rokok "yang konsisten dengan kegiatan pemasaran tidak langsung oleh perusahaan-perusahaan rokok atau wakil-wakil mereka".
Mereka mengatakan berbagai pemerintah seharusnya mempertimbangkan untuk mengatur isi seperti itu di situs internet.
Perusahaan-perusahaan rokok selalu membantah bahwa mereka menggunakan internet untuk mempromosikan rokok.
"Perusahaan-perusahaan tembakau sangat diuntungkan oleh potensi pemasaran dari Web 2.0, tanpa dianggap melanggar hukum ataupun aturan-aturan periklanan," tulis para peneliti itu.
Amanda Sandford, manajer riset dalam grup anti-merokok Action on Smoking and Health (Ash) mengatakan bahwa temuan studi ini "sangat disayangkan tetapi memang biasa dilakukan oleh industri rokok".
"Begitu satu jalur promosi ditutup, berbagai perusahaan rokok mencari cara-cara alternatif untuk memasarkan produk-produk mereka dan akan melakukan apa saja untuk mengakali pembatasan-pembatasan beriklan yang berlaku," jelas Amanda kepada BBC News.
"Itu mengisyaratkan bahwa pasar mereka adalah kaum muda. Diperlukan pengawasan yang lebih ketat atas apa yang muncul di internet."
Tetapi Catherine Armstrong, jurubicara British American Tobacco, salah satu perusahaan yang diteliti dalam laporan ini, mengatakan "bukan kebijakan kami untuk menggunakan situs jejaring sosial seperti Facebook atau YouTube untuk mempromosikan merek-merek rokok".
"Bahkan peneliti laporan ini tidak mengklaim bahwa kami melakukan itu," tambah dia. "Menggunakan media sosial bisa melanggar aturan periklanan dan Standar Pemasaran Internasional kami sendiri, yang berlaku bagi perusahaan kami di seluruh dunia."
"Para pegawai kami, badan-badan dan penyedia layanan kami tidak pernah boleh menggunakan media sosial untuk mempromosikan merek-merek tembakau."
Beberapa perusahaan rokok menandatangani kesepakatan sukarela untuk membatasi iklan secara langsung di situs-situs internet pada tahun 2002.
YouTube mengatakan pihaknya tidak pernah "menerima iklan-iklan rokok yang dibayar dimanapun di dunia".
Kehadiran merek
Penelitian yang dipublikasikan di jurnal Tobacco Control terfokus pada YouTube, situs berbagi rekaman video yang terbesar di internet. YouTube setiap hari ditonton oleh lebih dari satu miliar orang.Para peneliti itu menyelidiki lima merek rokok dan menganalisa 20 halaman pertama rekaman video yang berisi rujukan terhadap berbagai perusahaan rokok. Isi rekaman video yang diteliti itu sudah diunggah oleh para pengguna YouTube.
Mereka menganalisa 163 clip video, dan 20 diantaranya "diproduksi dengan sangat profesional", kata para peneliti ini.
"Sangat menyedihkan melihat bahwa beberapa dari rekaman video yang pro-tembakau itu sangat profesional standarnya, banyak diantara video ini menampilkan logo merek rokok atau musik iklan rokok yang mungkin hak ciptanya dimiliki oleh beberapa perusahaan rokok, tetapi tidak dicabut dari rekaman itu," kata para peneliti.
Perusahaan-perusahaan yang memiliki hak cipta atas material yang diunggah di YouTube bisa meminta agar rekaman itu dicabut. Para pengguna YouTube juga bisa memasang tanda bendera yang ditujukan kepada Google- pemilik YouTube- bahwa rekaman itu "tidak pantas".
"YouTube adalah situs komunitas dengan kebijakan-kebijakan yang jelas bahwa melarang isi yang tidak pantas," kata jurubicara YouTube.
"Kebijakan-kebijakan ini tidak mengizinkan isi apapun yang ilegal, ataupun material yang memperlihatkan anak-anak dibawah usia merokok. Komunitas kami paham aturan dan kebijakan soal material yang tidak pantas."
Penelitan film
Hampir tiga perempat dari isi rekaman-rekaman video yang diteliti digolongkan sebagai "pro-rokok" dan tak sampai empat persen yang tergolong "anti-rokok".Merek yang paling dominan di YouTube adalah Marlboro, kata para peneliti itu.
"Kehadiran merek Marlboro yang tinggi di YouTube bisa jadi karena Marlboro dipasarkan secara lebih efektif dibandingkan merek-merek lain dan karena itu jadi lebih populer dan atau karena penempatan video di YouTube punya insentif secara komersil," tulis hasil penelitian ini.
Ken Garcia, jurubicara produsen Marlboro yaitu Philip Morris USA mengatakan perusahaannya tidak "memasarkan merek rokok di YouTube".
"Kami di masa lalu meminta YouTube untuk mencabut material di situs itu yang kami anggap melanggar hak-hak kekayaan intelektual kami," kata Garcia kepada BBC News.
Google belum berhasil dimintai konfirmasi apakah mereka juga pernah dikontak oleh Philip Morris USA.
Banyak dari klip-klip video yang diteliti mengandung gambar-gambar orang yang merokok produk merek tertentu atau gambar-gambar yang diasosiasikan dengan merek tertentu.
Banyak juga video yang memasukkan merek rokok dalam judul video mereka.
Para peneliti mengatakan temuan mereka mengisyaratkan bahwa berbagai pemerintah harus memperluas "batasan iklan rokok yang berlaku sekarang, sehingga memasukan Web 2.0".
Penelitian ini dilakukan oleh Dr Thomson bersama Lucy Elkin dan professor Nick Wilson dari Universitas Otago, Wellington, Selandia Baru.
0 Response to "Perusahaan rokok gunakan YouTube"
Post a Comment